JAKARTA , JURNALIST INDONESIA. COM –– Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri ( Kejari) Jakarta Selatan mengungkapkan bahwa Yayasan Aksi Cepat Tanggap ( ACT) telah menggunakan dana bantuan dari Boeing Community Investment Fund (BCIF) untuk keluarga korban kecelakaan Pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT 610 senilai Rp 117 miliar.
Mantan petinggi Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin, Ibnu Khajar, dan Hariyana Herman bakal menjalani sidang perdana terkait dugaan penggelapan uang. Sidang bakal digelar di PN Jakarta Selatan pada Selasa, 15 November 2022 besok pukul 10.00 WIB.
Pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dilansir dalam SIPP PN Jakarta Selatan, dakwaan dari JPU berisi dakwaan Primair, yang mana terdakwa Ahyudin bersama Ibnu Khajar dan Hariyana Herman sebagaimana dituntut dalam perkara terpisah.
Hal itu diungkap jaksa saat membacakan surat dakwaan pendiri Yayasan ACT, Ahyudin, yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa ( 15/11/2022).
Dalam kasus ini, Ahyudin didakwa melakukan penggelapan dana bersama Presiden ACT periode 2019-2022 Ibnu Khajar dan eks Senior Vice President Operational ACT Hariyana Hermain.
“Dana BCIF tersebut digunakan oleh terdakwa tidak sesuai dengan implementasi Boeing dan malah digunakan bukan untuk kepentingan pembangunan fasilitas sosial sebagaimana yang ditentukan dalam protokol BCIF,” ucap jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa, (15 /11/2022 ).
Eks Pimpinan ACT Didakwa Gelapkan Dana Korban Lion Air Sebesar Rp 117 M Jaksa mengungkapkan bahwa Yayasan ACT telah menerima dana dari BCIF Rp 138.546.388.500. Akan tetapi, dana bantuan untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air itu hanya di implementasikan sebesar Rp 20.563.857.503.
Jika dirinci total dana yang terimplementasi Yayasan ACT sebagaimana proyek Boeing sesuai perjanjian kerja sama (PKS) sebesar Rp 18.188.357.502.
Kemudian ACT melakukan pembayaran proyek Boeing atas nama Lilis Uswatun Rp 2.375.000.001 dan pembayaran proyek Boeing atas nama Francisco Rp 500.000.000.
Sementara itu, rincian uang senilai Rp 117.982.530.997 yang digelapkan para terdakwa digunakan untuk membayar 22 item sebagai berikut:
1. Pembayaran gaji dan THR karyawan dan relawan sebesar Rp 33.206.008.836.
2. Pembayaran ke PT Agro Wakaf Corpora sebesar Rp 14.079.425.824.
3. Pembayaran ke Yayasan Global Qurban sebesar Rp 11.484.000.000.
4. Pembayaran ke Koperasi Syariah 212 sebesar Rp 10.000.000.000.
5. Pembayaran ke PT Global Wakaf Corpora sebesar Rp 8.309.921.030.
6. Tarik tunai individu sebesar Rp 7.658.147.978.
7. Pembayaran untuk pengelola sebesar Rp 6.448.982.311.
8. Pembayaran tunjangan pendidikan sebesar Rp 4.398.039.690.
9. Pembayaran ke Yayasan Global Zakat sebesar Rp 3.187.549.852.
10. Pembayarran ke CV Cun sebesar Rp 3.050.000.000.
11. Pembayaran program sebesar Rp 3.036.589.272.
12. Pembayaran ke dana kafalah sebesar Rp 2.621.231.275.
13. Pembelian kantor cabang sebesar Rp 1.909.344.540.
14. Pembayaran ke PT Trading Wakaf Corpora sebesar Rp 1.867.484.333.
15. Pembayaran pelunasan lantai 22 sebesar Rp 1.788.921.716.
16. Pembayaran ke Yayasan Global Wakaf sebesar Rp 1.104.092.200.
17. Pembayaran ke PT Griya Bangun Persada sebesar Rp 946.199.528.
18. Pembayaran ke PT Asia Pelangi Remiten sebesar Rp 188.200.000.
19. Pembayaran ke Ahyudin sebesar Rp 125.000.000.
20. Pembayaran ke Akademi Relawan Indonesia sebesar Rp 5.700.000.
21. Pembayaran lain lain sebesar Rp 945.437.780.
22. Dana tidak teridentifikasi sebesar Rp 1.122.754.832
di Jakarta dilaporkan, atas perbuatan tersebut, Ahyudin, Ibnu, dan Hariyana didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
(Cal G./ EH / Gelora/ Red )