BANDA ACEH (RA) , JURNALIST INDONESIA. COM– Dewan Pengurus pusat ( DPP) Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), menyoroti tren vonis ringan hingga bebas pelaku koruptor yang terjadi di Pengadilan tindak pidana korupsi ( Tipidkor) Banda Aceh di Provinsi Aceh.
Presiden LIRA Andi Syafrani, SHI, MCCL, didampingi Dewan Pengurus Daerah ( DPD) LIRA Aceh Tenggara , Muhammad Saleh Selian, ketika ditemui di Jakarta mengatakan” Berdasarkan pengamatan mereka, tren ini sangat dominan terjadi rasio 2022,sehingga pihaknya mohon agar Mahkamah Agung dapat mengevaluasi para hakim didaerah ” ungkapnya.
Dia menambahkan lagi , ” Bahwa Mahkamah agung (MA) harus mencermati tren hukuman ringan kepada pelaku korupsi, dan perlu untuk mengidentifikasi hakim-hakim yang kerap melakukan hal tersebut,” kata Presiden LIRA Andi Syafrani, SHI., MCCL, kepada Awak Media , Rabu (27 / 07/ 2022 ).

“Berdasarkan pengamatan pihak LIRA sejumlah terdakwa Tipidkor yang di duga di vonis bebas antara lain dua terdakwa korupsi pembangunan jetty Kuala Krueng Pudeng, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar dengan nilai Rp13,3 miliar,Vonis dibacakan majelis hakim Deni Syahputra” ,ucapnya lagi.
Andi Syafrani menjelaskan “Pembacaan vonis bebas empat terdakwa dugaan korupsi pengadaan sapi pada Dinas Peternakan Provinsi Aceh dengan nilai Rp 3,4 miliar, di duga vonis dibacakan majelis hakim Nani Sukmawati ” ,ujarnya.
“Adapun kasus yang di duga mendapat vonis ringan adalah kasus Pembangunan Gedung Mobil, Terminal Nagan Raya, dimana majelis Hakim memutuskan 2 tahun penjara,denda Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan,” tuturnya lagi.
Padahal Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat itu di duga menuntut Mantan Kepala Perhubungan daerah itu mencapai 7,6 tahun penjara denda Rp 500 juta subsidar 1 tahun kurungan dan uang pengganti Rp 1,5 miliar.
” Selain tiga kasus yang kita sebutkan diatas, juga masih ada beberapa kasus lain yang di duga juga mendapat vonis ringan hingga bebas baik itu terjadi di Kabupaten maupun kota di Provinsi Aceh, dan sangat wajar publik bertanya – tanya apa sebenarnya yang terjadi dilingkungan pengadilan Tipidkor Banda Aceh,” terangnya.
Merebaknya tren itu menjadi bias bagi aparat penegak hukum,terlebih para anggotanya Prof. Dr.H.Sanitiar Burhanuddin,S.H.,M.M.,M.H.selaku Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dimana di duga seakan tidak profesional melakukan penanganan kasus korupsi.

Namun yang lebih parah terhadap tren ini dapat melukai rasa keadilan ditengah – tengah masyarakat,terutama terhadap kepemimpinan Mahkamah Agung dibawah Prof. Dr. H. M. Syarifuddin, S.H., M.H. yang begitu gencar melakuka pemberantasan korupsi namun ironisnya kenapa pihak hakim Tipidkor Aceh dengan Gamblang ada dugaan memvonis bebas dan memvonis ringan kasus korupsi.
“Tidak hanya Mahkamah Agung, kita Juga menilai Komisi Yudisial Perlu turun ke Aceh, untuk mengevaluasi para hakim yang menanganani perkara korupsi di Provinsi Aceh,” pungkasnya.
Sumber Redaksi / Narsum.